Saya seorang penulis, Jurnalis dan influencer
Menjalin Kepercayaan Ketika Mahasiswa dan Kaprodi Saling Terbuka
Jumat, 13 Juni 2025 20:15 WIB
Kaprodi Menjadi Jalan Komunikasi
Di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar di sudut kampus Universitas Bina Bangsa, saya duduk berhadapan dengan sosok yang tenang dan bersahaja: Agung Prabowo Wisnubroto, M.Psi., Psikolog. Ia adalah Ketua Program Studi Psikologi di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bina Bangsa. Tapi lebih dari sekadar jabatan, Agung adalah pribadi yang percaya bahwa program studi tidak bisa tumbuh hanya lewat dokumen dan rapat ia harus hidup lewat relasi, lewat percakapan.
Dalam dunia akademik, relasi antara mahasiswa dan Kaprodi kerap terseret ke dalam formalitas yang dingin. Mahasiswa mencari Kaprodi saat ada masalah birokrasi, sementara Kaprodi berbicara atas nama sistem. Namun Agung menawarkan pendekatan yang berbeda: ia membuka ruang dialog dua arah. Bukan hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi untuk membangun kepercayaan.
“Ketika mahasiswa berani menyuarakan pendapat, mengkritik dengan santun, bahkan meminta penjelasan atas kebijakan kampus, di situlah tanda bahwa mereka tidak hanya kuliah — mereka sedang belajar menjadi warga,” katanya dengan mata yang jernih.
Ia mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan tridarma: dari praktikum, penelitian, hingga pengabdian. Dalam proses itu, mahasiswa tidak sekadar menjadi peserta, tetapi rekan berpikir. Mereka diberi ruang untuk menentukan waktu kegiatan, merancang teknis pelaksanaan, bahkan menyampaikan gagasan baru. Agung menyebutnya sebagai bentuk “keterlibatan aktif”—sebuah cara membangun kesadaran kolektif bahwa pendidikan bukan hanya tentang menerima, tapi juga berkontribusi.
“Saya merasa senang ketika mahasiswa menyampaikan kritik. Itu artinya mereka peduli. Kritik bukan gangguan, justru itu bahan bakar untuk perbaikan,” ujarnya.
Komunikasi dengan mahasiswa tak terbatas pada forum resmi. Ia membuka akses lewat jalur informal—mahasiswa bisa menghubunginya langsung melalui pesan pribadi, dengan etika dan waktu yang wajar. Ini bukan soal teknis komunikasi, tapi soal kesediaan hadir sebagai manusia bagi manusia lain.
Agung juga menyadari pentingnya menjalin kemitraan dengan organisasi kemahasiswaan. Ia melibatkan IMAPSI dalam kegiatan-kegiatan prodi, mendengarkan pendapat mereka, dan menjadikan mereka bagian dari proses pengambilan keputusan teknis. Ini bukan semata-mata bentuk kolaborasi, tapi praktik nyata dari demokratisasi ruang akademik.
Yang menarik, sepanjang perbincangan, saya tak pernah mendengar kata “mengatur” atau “mengendalikan” mahasiswa keluar dari mulutnya. Ia lebih sering menyebut kata “mendengar”, “melibatkan”, dan “memahami”. Tiga kata yang, dalam dunia pendidikan, sangat berdaya namun sering luput dalam kebijakan.
“Feel free aja ngomong ke Kaprodi. Asal niatnya baik, semua akan saya dengar,” tuturnya, kalimat yang sederhana tapi memiliki kedalaman makna.
Di tengah tantangan pendidikan tinggi yang makin kompleksdari akreditasi hingga tuntutan dunia kerja kita butuh lebih dari sekadar kebijakan dan dokumen mutu. Kita butuh ruang-ruang kecil di mana percakapan jujur bisa tumbuh. Di mana mahasiswa bisa didengar bukan hanya sebagai angka NIM, tapi sebagai mitra berpikir. Dan dari ruang kecil di Universitas Bina Bangsa, saya percaya, praktik itu sedang tumbuh dengan tenang namun pasti.

Penulis Indonesiana Dan Influencer
0 Pengikut

Menjalin Kepercayaan Ketika Mahasiswa dan Kaprodi Saling Terbuka
Jumat, 13 Juni 2025 20:15 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler